preload

SELAMAT DATANG

Published in:

Read More...

KEWIRAUSAHAAN I BAB II

Published in:

KEWIRAUSAHAAN II
Ruang Lingkup:
1. Kesetiaan konsumen dan strategi produk.
2. Strategi penetapan harga dan kredit.
3. Strategi promosi perusahaan.
4. Saluran distribusi dan pasar global.
5. Masalah social dan etika
6. Manajemen profesional perusahaan sedang berkembang.
7. Mengelola sumberdaya manusia.
8. Manajemen kwalitas dan proses oprasional.
9. Mengevaluasi kinerja keuangan.
10. Mengelola aktiva perusahaan.
11. Resiko dan asuransi.
12. Strategi meninggalkan bisnis dan sesudahnya.

Referensi:
1. Manajemen usaha kecil, Buku kewirausahaan, oleh justin G. Longenecker, Jakarta, Salemba Empat.
2. Dy Scharfe: Berfikir dan berjiwa besar
3. Norman Paele: Tehnik berfikir untuk mencapai sukses














BAB I
Kesetiaan Konsumen dan Strategi Produk.
A. Kesetiaan konsumen
Semua perusahaan besar/kecil, membutuhkan kesetiaan konsumen.
Pembentuk kepuasan konsumen adalah sejumlah factor yang berada dibawah pengendalian perusahaan.
Ada empat elemen:
1. Elemen dasar yang paling utama dari barang dan jasa adalah konsumen mengharapkan semua pesaing untuk mengirimkan.
2. Pelayanan pendukung umum, seperti bantuan bagi konsumen.
3. Proses pemulihan untuk menetralkan pengalaman yang buruk.
4. Pelayanan luar biasa yang melebihi pemenuhan pilihan para konsumen dan membuat barang/jasa tampak biasa.
Menurut Patrick Daly, cara membangun pelayanan luar biasa :
1. Menyebutkan nama
2. Perhatian pada kebiasaan konsumen
3. Selau berhubungan
4. Penelitian kesalahan yang bodoh
Kepuasan Konsumen dihasilkan dari interaksi konsumen dengan perusahaan, pemahaman konsumen yang lebih baik akan mengarah pada tingkat kepuasan dan kesetiaan konsumen yang lebih baik. Proses pembuatan keputusan konsumen memiliki empat tahap:
1. Pengenalan masalah
2. Pencarian informasi dan evaluasi
3. Keputusan pembelian
4. Evaluasi pasca pembelian

Model perilaku konsumen adalah faktor psikologis, meliputi:
1. Kebutuhan, merupakan titik awal semua perilaku, tanpa kebutuhan tidak akan terdapat perilaku, kebutuhan di kategorikan empat macam: fisiologis, social, psikologis dan spiritual.
2. Persepsi, meliputi orang melakukan proses yang pada akhirnya memberikan arti pada dorongan yang dihadapi para konsumen,ketika arti ini berubah sama sekali/diganti sama sekali persepsi konsumen dapat menghilangkan usaha pemasaran perusahaan.
3. Motivasi, kekuatan yang mengatur dan memberikan arah pada ketegangan yang disebabkan oleh kebutuhan yang tidak terpenuhi.
4. Sikap, pendapat pribadi berdasar pengetahuan pemasaran dan kecenderungan perilaku.
Model perilaku konsumen yang kedua, factor sosiologis:
1. Budaya, pada perilaku dan nilai yang membentuk karakteristik sebuah kelompok konsumen dari pasar yang dituju.
2. Kelas social, divisi-divisi dalam suatu masyarakat yang memiliki tingkat martabat social yang berbeda
3. Kelompok referensi, kelompok-kelompok yang diperkenankan oleh seseorang untuk mempengaruhi perilaku
4. Para pengemuka pendapat, seorang pimpinan kelompok yang memainkan peran utam komunikasi
B. Strategi Produk
• Strategi produk menggambarkan bagaiman sebuah produk digunakan untuk mencapai sasaran sebuah perusahaan, sebuah item produk, sebutan pemasaran yang .paling rendah/dasar dalam bauran produk seperti pada sebuah merek sabun batangan sebuah lini produk, jumlah item produktersendiri yang terkait. Bauran produk, total lini produk sebuah perusahaan.Konsistensi bauran produk, kemiripan lini produk dalam sebuah bauran produk.
• Daur hidup produk
Adalah sebuah perlengkapan yang berharga untuk mengelola bauran produk. Konsep daur produk penting karena:
- Konsep ini berfungsi sebagai peringatan bahwa kebijakan promosi, penetapan harga dan distribusi disesuaikan semuanya mencerminkan posisi produk.
- Konsep ini menekankan pentingnya peremajaan lini produk sewaktu-waktu jika memungkinkan atau mengganti dengan penawaran yang lebih menjanjikan.
• Pengembangan Produk
Proses pengembangan produk;
1. Akumulasi ide
2. Analisis bisnis
3. Produk tunggal/ganda
4. Produk yang dimodifikasi/pasar tunggal
5. Produk yang dimodifikasi/pasar ganda
6. Produk ganda/pasar tunggal
7. Produk ganda/pasar ganda
8. Alternatif strategi produk lain
• Membangun penawaran produk secara total
Tanggung jawab pemasaran utama adalah mentransformasikan sebuah produk utama menjadi penawaran produk secara total yang meliputi:
1. Pemberi Merek
Merek sebuah sarana verbal dan/simbolis untuk mengenali sebuah produk.
Aturan dalam pembelian sebuah produk :
- Memilih sebuah nama yang mudah diucapkan dan diingat
- Memilih sebuah nama yang diskriftif
- Menggunakan nam yang dapat meniliki proteksi hukum
- Memilih sebuah nama dengan kemungkinan promosi
- Memilih sebuah nama yang dapat digunakan pada bneberapa lini produk dari lingkup yang serupa.
2. Pengemasan
Perlengkapan signifikan untuk meningkatkan nilai dari produk secara total.
3. Pemberian label
Label merupakan sarana informasi yang penting bagi konsumen yang memberi informasi perawatan produk dan kegunaan dan bahkan muingkin mengenai bagaimana membuang produk tersebut.
4. Jaminan
Jaminan adalah janji, tertulis/tidak tertulis bahwa sebuah produk akan mengerjakan hal-hal tertentu/memenuhi standar tertentu
• Strategi Produk dalam lingkungan hokum
Terletak pada kesetiaan konsumen, perilaku konsumen, strategi produk, teknik manajement produk dengan sasaran utama pembangunan penawaran produk secara total. Hukum yang digunakan pemerintah untuk melindungi baik hak konsumen maupun aktiva perusahaan yang intagibel.
a. Perlindungan hak konsumen:
- Pemberian label
- Keamanan Produk
b. Perlindungan aktiva intagibel
- Prlindungan merk dagang (Trade Mark)
- Perlindungan hak patent (Patens) adalah hak eksklusif dari seorang penemu yang tewlah tercatat muntuk dibuat, digunakan/dijual sebagai sebuah penemuan.
- Perlindungan hak cipta (Copyrights) adalah eksklusif dari pencipta untuk menghasilkan/menjual produk dari kepandaian dan keahlian orang tersebut.
- Seragam kerja merupaga elemen dari image perusahaan yang tersendiri yang tidan terlindungi dalam merk dagang, hak patent, atau hak cipta sebagai penampilan yang diciptakan oleh perusahaann untuk mengadakan keuntungan pemasaranya

Read More...

KEWIRAUSAHAAN I BAB I

Published in:

KEWIRAUSAHAAN I
A. Pengertian dan definisi
Wirausaha dari bahasa Perancis yaitu Enterpreneur, dari bahasa inggris Betweentaker atau Go-between yang artinya perantara. Beberapa definisi Wirausaha:
1. Richard Cantilon, Enterpreneur adalah orang menanggung resiko yang berbeda dengan orang yang member modal
2. Jean Baptis Say, Enterpreneur adalah pernyataan adanya pemisahan antara keuntungan entrepreneur dan keuntungan untuk pemilik modal
3. Bedeau, Wirausaha adalah orang yang menanggung resiko, yang merencanakan supervisi, mengorganisasi dan memiliki.
4. Francis Walker, Enterpreneur digunakan untuk membedakan antara orang yang menyediakan modal dan menerima bunga dengan orang yang menerima keuntungan karena keberhasilannya memimpin usaha.
5. Joseph Schumpater, Enterpreneur adalah serang innovator dan mengembangkan teknologi
6. David Mc Clelland, Enterpreneur adalah setrang yang enerjig dan membatasi resiko .
Kata entrepreneur secara tertulis digunakan pertama kali oleh Savary tahun 1723 yang artinya orang yang membeli barang dengan harga pasti, meskipun orang itu belum tahu dengan harga berapakah barang itu akan dijual.
Dari beberapa pendapat, kiranya diketengahkan adanya perbedaan-perbedaan pendapat yang disebut entrepreneur
Menurut Mc Clelland karakteristik entrepreneur:
1. Keinginan untuk berprestasi
2. Keinginan bertanggungjawab
3. Preferensi kepada resiko-resiko menengah
4. Persepsi pada kemungkinan berhasil
5. Rangsangan oleh umpan balik
6. Aktifitas energik
7. Orientasi masa depan
8. Keterampilan dalam pengorganisasian
9. Sikap terhadap uang
Karakteristik Wirausaha sukses dengan n. ach tinggi adalah:
1. Mempunyai kemampuan inovatif
2. Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kemenduaan
3. Mempunyai keinginan untuk berprestasi
4. Mempunyai kemampuan melakukan perencanaan realistis
5. Mempunyai sifat kepemimpinan yang berorientasi kepada tujuan
6. Mempunyai obyektivitas yang tinggi
7. Memikul tanggung jawab pribadi
8. Mempunyai kemampuan beradaptasi
9. Mempunyai kemampuan sebagai pengorganisasian dan administrator
Kebutuhan dasar yang mempengaruhi pencapaian tujuan ekonomi:
1. Kebutuhan untuk prestasi n. ach
2. Kebutuhan berasfiliasi n. Afill
3. Kebutuhan untuk berkuasa n. pow.
Menurut Mc Clelland pengembangan karakteristik n. ach dilakukan program pendidikan pelatihan khusus dengan 3 tahap:
1. Membantu menyadarkan orang-orang pada potensi mereka untuk mendapatkan karakteristik kewirausahaan
2. Pengemanangan dari apa yang diistilahkan sindrom prestasi
3. Pemberian dukungan kognitif
B. Tujuan Umum:
Memahami dan mengetahui dasar-dasar kewirausahaan, serta mampu menerapkan teori manajemen dan mempraktekan.
Tujuan khusus:
1. Mengerti apa peranan perusahaan dalam system perekonomian
2. Keuntungan dan kelemahan berbagai bentuk perusahaan
3. Mengetahui karakteristik proses kewirausahaan
4. Mengerti perencanaan produk dan proses pengembangan produk
5. Mampu mengidentifikasi peluang bisnis dan menciptakan kratifitas serta membentuk organisasi kerjasama
6. Mampu mengidentifikasi dan mencari sumber-sumber
7. Mengerti dasar-dasar marketing, financial, organisasi, produksi, maimpin bisnis, menghadapi tantangan masa depan
C. Manfaat kewirausahaan:
1. Menambah daya tampung tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran
2. Sebagai generator pembangunan lingkungan bidang produksi, pemeliharaan lingkungan kesejahteraan
3. Menjadi contoh bagi masyarakat lain sebagai pribadi unggul yang patut dicontoh dan diteladani karena seorang wirausaha itu adalah serang terpuji, jujur, berani, hidup tidak merugikan orang lain
4. Selalu menghormati hokum dan peraturan
5. Berusaha memberi bantuan kepada orang lain
6. Berusaha mendidik karyawan menjadi orang mandiri, disiplin, jujur, tekun menghadapi pekerjaan
7. Memberi contoh bagaimana kita bekerja keras, tetapi tidak melupakan perintah agama, dekat kepada Allah.
8. Hidup secara efisien, tidak boros
9. Memelihara keserasian lingkungan

Read More...

KEWIRAUSAHAAN II BAB I

Published in:

KEWIRAUSAHAAN II
Ruang Lingkup:
1. Kesetiaan konsumen dan strategi produk.
2. Strategi penetapan harga dan kredit.
3. Strategi promosi perusahaan.
4. Saluran distribusi dan pasar global.
5. Masalah social dan etika
6. Manajemen profesional perusahaan sedang berkembang.
7. Mengelola sumberdaya manusia.
8. Manajemen kwalitas dan proses oprasional.
9. Mengevaluasi kinerja keuangan.
10. Mengelola aktiva perusahaan.
11. Resiko dan asuransi.
12. Strategi meninggalkan bisnis dan sesudahnya.

Referensi:
1. Manajemen usaha kecil, Buku kewirausahaan, oleh justin G. Longenecker, Jakarta, Salemba Empat.
2. Dy Scharfe: Berfikir dan berjiwa besar
3. Norman Paele: Tehnik berfikir untuk mencapai sukses














BAB I
Kesetiaan Konsumen dan Strategi Produk.
A. Kesetiaan konsumen
Semua perusahaan besar/kecil, membutuhkan kesetiaan konsumen.
Pembentuk kepuasan konsumen adalah sejumlah factor yang berada dibawah pengendalian perusahaan.
Ada empat elemen:
1. Elemen dasar yang paling utama dari barang dan jasa adalah konsumen mengharapkan semua pesaing untuk mengirimkan.
2. Pelayanan pendukung umum, seperti bantuan bagi konsumen.
3. Proses pemulihan untuk menetralkan pengalaman yang buruk.
4. Pelayanan luar biasa yang melebihi pemenuhan pilihan para konsumen dan membuat barang/jasa tampak biasa.
Menurut Patrick Daly, cara membangun pelayanan luar biasa :
1. Menyebutkan nama
2. Perhatian pada kebiasaan konsumen
3. Selau berhubungan
4. Penelitian kesalahan yang bodoh
Kepuasan Konsumen dihasilkan dari interaksi konsumen dengan perusahaan, pemahaman konsumen yang lebih baik akan mengarah pada tingkat kepuasan dan kesetiaan konsumen yang lebih baik. Proses pembuatan keputusan konsumen memiliki empat tahap:
1. Pengenalan masalah
2. Pencarian informasi dan evaluasi
3. Keputusan pembelian
4. Evaluasi pasca pembelian

Model perilaku konsumen adalah faktor psikologis, meliputi:
1. Kebutuhan, merupakan titik awal semua perilaku, tanpa kebutuhan tidak akan terdapat perilaku, kebutuhan di kategorikan empat macam: fisiologis, social, psikologis dan spiritual.
2. Persepsi, meliputi orang melakukan proses yang pada akhirnya memberikan arti pada dorongan yang dihadapi para konsumen,ketika arti ini berubah sama sekali/diganti sama sekali persepsi konsumen dapat menghilangkan usaha pemasaran perusahaan.
3. Motivasi, kekuatan yang mengatur dan memberikan arah pada ketegangan yang disebabkan oleh kebutuhan yang tidak terpenuhi.
4. Sikap, pendapat pribadi berdasar pengetahuan pemasaran dan kecenderungan perilaku.
Model perilaku konsumen yang kedua, factor sosiologis:
1. Budaya, pada perilaku dan nilai yang membentuk karakteristik sebuah kelompok konsumen dari pasar yang dituju.
2. Kelas social, divisi-divisi dalam suatu masyarakat yang memiliki tingkat martabat social yang berbeda
3. Kelompok referensi, kelompok-kelompok yang diperkenankan oleh seseorang untuk mempengaruhi perilaku
4. Para pengemuka pendapat, seorang pimpinan kelompok yang memainkan peran utam komunikasi
B. Strategi Produk
• Strategi produk menggambarkan bagaiman sebuah produk digunakan untuk mencapai sasaran sebuah perusahaan, sebuah item produk, sebutan pemasaran yang .paling rendah/dasar dalam bauran produk seperti pada sebuah merek sabun batangan sebuah lini produk, jumlah item produktersendiri yang terkait. Bauran produk, total lini produk sebuah perusahaan.Konsistensi bauran produk, kemiripan lini produk dalam sebuah bauran produk.
• Daur hidup produk
Adalah sebuah perlengkapan yang berharga untuk mengelola bauran produk. Konsep daur produk penting karena:
- Konsep ini berfungsi sebagai peringatan bahwa kebijakan promosi, penetapan harga dan distribusi disesuaikan semuanya mencerminkan posisi produk.
- Konsep ini menekankan pentingnya peremajaan lini produk sewaktu-waktu jika memungkinkan atau mengganti dengan penawaran yang lebih menjanjikan.
• Pengembangan Produk
Proses pengembangan produk;
1. Akumulasi ide
2. Analisis bisnis
3. Produk tunggal/ganda
4. Produk yang dimodifikasi/pasar tunggal
5. Produk yang dimodifikasi/pasar ganda
6. Produk ganda/pasar tunggal
7. Produk ganda/pasar ganda
8. Alternatif strategi produk lain
• Membangun penawaran produk secara total
Tanggung jawab pemasaran utama adalah mentransformasikan sebuah produk utama menjadi penawaran produk secara total yang meliputi:
1. Pemberi Merek
Merek sebuah sarana verbal dan/simbolis untuk mengenali sebuah produk.
Aturan dalam pembelian sebuah produk :
- Memilih sebuah nama yang mudah diucapkan dan diingat
- Memilih sebuah nama yang diskriftif
- Menggunakan nam yang dapat meniliki proteksi hukum
- Memilih sebuah nama dengan kemungkinan promosi
- Memilih sebuah nama yang dapat digunakan pada bneberapa lini produk dari lingkup yang serupa.
2. Pengemasan
Perlengkapan signifikan untuk meningkatkan nilai dari produk secara total.
3. Pemberian label
Label merupakan sarana informasi yang penting bagi konsumen yang memberi informasi perawatan produk dan kegunaan dan bahkan muingkin mengenai bagaimana membuang produk tersebut.
4. Jaminan
Jaminan adalah janji, tertulis/tidak tertulis bahwa sebuah produk akan mengerjakan hal-hal tertentu/memenuhi standar tertentu
• Strategi Produk dalam lingkungan hokum
Terletak pada kesetiaan konsumen, perilaku konsumen, strategi produk, teknik manajement produk dengan sasaran utama pembangunan penawaran produk secara total. Hukum yang digunakan pemerintah untuk melindungi baik hak konsumen maupun aktiva perusahaan yang intagibel.
a. Perlindungan hak konsumen:
- Pemberian label
- Keamanan Produk
b. Perlindungan aktiva intagibel
- Prlindungan merk dagang (Trade Mark)
- Perlindungan hak patent (Patens) adalah hak eksklusif dari seorang penemu yang tewlah tercatat muntuk dibuat, digunakan/dijual sebagai sebuah penemuan.
- Perlindungan hak cipta (Copyrights) adalah eksklusif dari pencipta untuk menghasilkan/menjual produk dari kepandaian dan keahlian orang tersebut.
- Seragam kerja merupaga elemen dari image perusahaan yang tersendiri yang tidan terlindungi dalam merk dagang, hak patent, atau hak cipta sebagai penampilan yang diciptakan oleh perusahaann untuk mengadakan keuntungan pemasaranya

Read More...

HUKUM PERKAWINAN

Published in:

I. Pendahuluan
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Ketentuan mengenai hukum perdata ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau lebih dikenal dengan BW (Burgelijke Wetboek).
II. Pengertian
Perkawinan, ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Perkawinan adalah sebuah lembaga suci yang mempertemukan dua insan berbeda. Selayaknya sebuah lembaga, perkawinan rupanya mempunyai aturan-aturan.
Perkawinan Perdata, ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. UU memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan ( Pasal 26 BW)
Dengan demikian, bersifat YURIDIS karena sahnya perkawinan jika syarat – syarat menurut UU (KUHPer) dipenuhi.
Artinya, bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat – syarat yang ditetapkan dalam KUHPer dan syarat – syarat peraturan yang dikesampingkan.
Menurut UU NO.1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hukum perkawinan diciptakan untuk menjaga sebuah lembaga perkawinan. Perkawinan di Indonesia.
Pada undang-undang, disebutkan bahwa siapa pun yang ingin menikah harus melengkapi syarat-syarat hukum yang berlaku. Bila tidak, pernikahan akan dinyatakan tidak sah menurut hukum. Hukum perkawinan sangat berlandaskan pada agama. Boleh tidaknya seseorang menikah dengan orang yang berbeda agama, bergantung pada aturan yang berlaku di tiap-tiap agama.
A. Syarat-syarat Perkawinan:
Syarat-syarat untuk dapat sahnya perkawinan, ialah :
a. kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetap- kan dalam undang-undang, yaitu untuk seorang lelaki 18 tahun dan untuk seorang perempuan 15 tahun;
b. harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak
c. untuk seorang perempuan yang sudah pernah kawin harus lewat 300 hari dahulu sesudahnya putusan perkawinan pertama;
d. tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua pihak;
e. untuk pihak yang masih di bawah umur, harus ada izin dari orang tua atau walinya.
Undang-undang milik negara Indonesia yang mengatur perkawinan menjelaskan secara gamblang mengenai semua hal yang berkaitan dengan perkawinan. Undang-undang tersebut mengatur perkawinan secara luas, tidak hanya mengaturnya dari satu sudut pandang agama.
Pelanggaran terhadap Pasal 27 KUHPer, dapat dikenakan pidana sesuai dengan Pasal 279 KUHPidana, yang berisi bahwa seseorang dapat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun apabila ia mengadakan perkawinan padahal masih terikat pada perkawinan sebelumnya yang menjadi penghalang yang sah untuk perkawinan yang baru. Dan apabila menyembunyikan perkawinan baru tersebut maka dapat dikenakan pidana penjara selama 7 tahun. Ketentuan perkawinan yang tertera dalam undang-undang menyebutkan bahwa dalam sebuah pernikahan, pada dasarnya, suami atau isteri hanya boleh memiliki pasangan satu orang. Bila salah satu pihak menginginkan memiliki pasangan lebih dari satu, syarat yang harus dipenuhi untuk diajukan kepada pengadilan adalah sebagai berikut.
1. Adanya keterangan yang menyatakan bahwa istri atau suami tidak dapat menjalankan kewajibannya.
2. Suami atau istri cacat badan dan tidak dapat disembuhkan.
3. Khusus bagi wanita, tidak dapat mempunyai keturunan. Namun, itu pun harus dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter bersangkutan.
4. Harus ada surat persetujuan dari pihak yang ditinggalkan.
5. Harus ada surat keterangan dari pemohon mengenai kesanggupan untuk menjamin kebutuhan pasangan serta anak-anak keturunannya.
6. Harus ada surat yang menyatakan bahwa pemohon akan berlaku adil kepada yang ditinggalkan.
Bila semua persyaratan tidak dapat dipenuhi, pengadilan secara otomatis tidak dapat mengabulkan pengajuan pemohon. Ketentuan yang dituliskan dalam Undang-undang Perkawinan juga berkenaan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang akan melangsungkan pernikahan. Syarat-syarat tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Perkawinan baru bisa dilaksanakan apabila kedua belah pihak mempelai telah setuju.
2. Usia calon mempelai yang dirasa pantas melakukan perkawinan oleh undang-undang perkawinan adalah 21 tahun. Bila kedua mempelai belum memasuki usia tersebut, syarat perkawinan harus dilengkapi dengan surat izin dari kedua orang tua.
3. Jika wali kandung dari kedua belah calon mempelai telah meninggal, perwalian diberikan kepada pihak kerabat yang lebih tua dan masih satu keturunan dengan pihak mempelai.
4. Perkawinan akan mendapatkan izin dari lembaga perkawinan bila mempelai pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita 16 tahun.
Undang-undang perkawinan juga mempunyai aturan yang mengharamkan terjadinya perkawinan. Perkawinan akan tidak sah atau haram bila dilakukan oleh anggota keluarga yang masih memiliki pertalian darah, baik langsung maupun tidak langsung. Semua aturan mengenai perkawinan ditetapkan secara gamblang oleh hukum perkawinan di Indonesia.
B. Akibat perkawinan terhadap diri sendiri
Hak dan Kewajiban suami istri dalam KUHPer :
1. Pasal 103 KUHPer, harus setia – mensetiai dan tolong menolong
2. Pasal 105 KUHPer, suami adalah kepala rumah tangga, suami wajib memberi bantuan kepada istri/mewakili istri di pengadilan, suami harus mengemudikan urusan harta kekayaan milik pribadi istrinya, suami harus mengurus harta kekayaan sebagaimana seorang bapak rumah yang baik dan bertanggungjawab atas segala kealpan dalam pengurusan tersebut, suami tidak diperbolehkan memindahtangakan/membebani harta kekayaan tak bergerak milik istri tanpa persetujuan istri
3. Pasal 106 KUHPer, istri harus tunduk dan patuh pada suaminya
4. Pasal 107 KUHPer, suami wajib menerima diri istrinya dalam rumah yang didiami, suami wajib melindungi dan memberi apa yang perlu dan berpautan dengan kedudukan dan kemampuannya
5. Pasal 108 KUHPer, istri tidak berwenang untuk bertindak dalam hukum
6. Pasal 110 KUHPer, seorang istri tidak boleh menghadap di muka hakim tanpa bantuan suaminya
Hak dan Kewajiban suami istri dalam UU No.1 Tahun 1974 :
1. Pasal 30, suami istri wajib menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat
2. Pasal 31
-ayat 1, hak dan kedudukan suami istri seimbang
-ayat 2, masing – masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum
-ayat 3, suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga
3. Pasal 32, suami istri harus mempunyai tempat kediaman tetap yang
ditentukan suami istri bersama
1. Pasal 33, suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin
2. Pasal 34, suami wajib melindungi istri, memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai kemampuan, istri wajib mengatur urusan rumah tangg sebaiknya, jika salah satu gagal/melakukan kewajibannya maka dapat mengajukan gugatan pada pengadilan
C. Akibat perkawinan terhadap harta benda suami istri
Menurut KUHPer adalah harta campuran bulat dalam pasal 119 KUHPer harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan menjadi harta bersama meliputi seluruh harta perkawinan yaitu :
1. Harta yang sudah ada pada waktu perkawinan
2. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan
Namun, ada pengecualian bahwa harta tersebut bukan harta campuran bulat yaitu apabila terdapat :
1. Perjanjian kawin
2. Ada hibah/warisan, yang ditetapkan oleh pewaris Pasal 120 KUHPer
Menurut Pasal 35 UU No. 1 tahun 1974, yaitu :
1. Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan
2. Harta bawaan adalah harta yang dibawa masuk ke dalam suatu perkawinan. Penguasaannya tetap pada masing – masing suami istri yang membawanya ke dalam perkawinan, sepanjang pihak tidak menentukan lain.
D. Akibat perkawinan terhadap anak keturunan (Pasal 250 KUHPer)
Pasal 250 KUHPer, Tiap – tiap anak yang dilahrikan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya (tentang anak sah)
Anak sah menurut Pasal 42 UU No.1 tahun 1974, adalah :"Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah"
Penyangkalan anak dapat dilakukan menurut Pasal 251 – 254 KUHPer, jika :
1. Dilahirkan sebelum 180 hari sejak saat perkawinan
2. Jika masa 180 + 300 hari, belum pernah berhubungan tetapi istri melahirkan
3. Istri melakukan perzinahan
4. Anak dilahirkan setelah lewat 300 hari, keputusan hakim sejak perpisahan meja dan tempat tidur
Penyangakalan anak,
1. Dilakukan oleh suami sendiri, maka :
a. Satu bulan ia berada di tempat
b. Dua bulan sesudah ia kembali dari bepergian
c. Kehadiran disembunyikan dua bulan
2. Dilakukan oleh ahli waris suami, setelah 2 bulan suami meninggal
Pembuktian anak yang sah, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dua akte, yaitu :
1. Akte perkawinan, milik ibu
2. Akte kelahiran, dari ibu mana anak tersebut dilahirkan
Selain itu, dapat dilakukan pembuktian langsung/nyata yaitu :
1. Memakai nama keluarga Ayah
2. Masyarakat sekitar mengakui
3. Ayah memperlakukan baik keluarga lainnya
Anak diluar kawin/natuurlijk kind apabila diakui melalui akte pengakuan anak maka akan menimbulkan hubungan hukum dengan suami/istri yang mengakui. Apabila tidak diakui maka tidak ada hubungan hukum.
Kekuasaan orang tua / Ouderlijke Macht
Kekuasaan orangtua meliputi dua hal, yaitu :
1. Diri anak ; kebutuhan fisik anak
2. Harta anak ; pengurusan harta sang anak
Sifat kekuasaan orangtua menurut KUHPer adalah kekuasaan kolektif yang dipegang oleh Ayah
Sifat kekuasaan orangtua menurut UU No. 1 tahun 1974 adalah kekuasaan tunggal yang ada pada masing – masing pihak ayah dan ibu
Pencabutan kekuasaan orangtua dapat dilakukan (Pasal 49 UU No.1 1974), apabila :
1. melalaikan kewajiban sebagi orangtua
2. berkelakukan buruk
3. Dihukum karena suatu kejahatan
E Akibat perkawinan yang lain
Mengenai hubungan darah adalah sebagai berikut :
1. Anak terhadap orangtua. Anak yang sah mempunyai hubungan darah yang sah baik dengan ayah maupun ibunya
2. Anak terhadap ibunya (Pasal 280 KUHPer dan UU No. 1 tahun 1974). Menurut KUHPer, anak diluar kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ibu apabila sang ibu mengakuinya.
Menurut UU No. 1/1974, setiap anak secara otomatis mempunyai hubungan darah dengan ibunya
1. Anak terhadap ayahnya, menurut KUHPer seorang anak luar kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ayahnya kalau sang ayah mengakuinya secara sah
KONSEPSI PERKAWINAN
Konsepsi, diartikan sebagai sistem hukum yang dipakai / sistem hukum tertentu. Sistem hukum tsb berbeda, hal tsb tergantung dari :
1. pandangan hidup
2. karakter
3. cara berpikir penganut sistem (negara/bangsa)
Perbedaan sistem hukum konsepsi perkawinan dalam sistem KUHPer/BW dan UU No. 1 tahun 1974 adalah :
1 Konsepsi perkawinan menurut KUHPer, hanya dipandang dari segi keperdataannya saja. Artinya, UU melihat perkawinan itu sah dan syarat – syaratnya menurut UU dipenuhi. Yang dilihat hanya faktor yuridis sesuai dengan Pasal 26 KUHPer.
2. Konsepsi perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974, dapat dlihat dalam pasa 1 UU no.1/1974. Yang berisi :
Perkawinan adalah :
- ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dengan seorang wanita
- sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
- berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
III. Penutup
Sebagai penutup pemaparan makalah tentang hukum perkawinan ini kami berharap banyak manfaat yang dapat kita ambil dan juga saran serta masukan dari semua pihak selalu kami nantikan demi tercapainya suatu hal yang baik serta tidak melanggar hukum.

Read More...

HUKUM PERDATA KELUARGA

Published in:

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang telah memberikan taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Hukum Perdata Keluarga”.
Shalawat serta semoga tetap melimpah ruah keharibaan junjungan Nabi Agung Muhammad S.A.W. yang telah menunjukkan kepada kita dari kebodohan menuju ilmu pengetahuan.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada yang terhormat :
1. Bapak Tomy Roisun Nasih, M. HI.
2. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang juga telah membantu terselesainya penulisan makalah ini.
Semoga segala bantuan, jasa dan budi baik yang telah diberikan kepada penulis merupan amal jariyah yang baik dan diterima oleh Allah S.W.T. serta mendapat balasan yang berlipat ganda dari-Nya. Amin.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk memperoleh hasil yang maksimal dan sempurna, akan tetapi karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis yakin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan.
Akhirnya kepada Allah S.W.T. penulis memohon semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya. Amiin.
Pati, Desember 2010.
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .… i
KATA PENGANTAR ..……….. . …….. ii
DAFAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN . 1
BAB II PENGERTIAN . 1
1. Keturunan . 1
2. Kekuasaan orang tua . 3
3. Pengampuan……………………………………. . 5
4. Pendewasaan …………………… . 8
5. Pengampuan……………………………………. . 9
BAB III PENUTUP 10
A. Kesimpulan 10
B. Penutup 11
Daftar Pustaka 13



SEJARAH BERLAKUNYA HUKUM PERDATA DI INDONESIA
I. Pendahuluan
Sejarah membuktikan bahwa hukum perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah hukum perdata Eropa.Di Eropa continental berlaku hukum perdata romawi, disamping adanya hukum tertulis dan hukum kbiasaan tertentu.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan praturan yang brnama “ Code Civil ds Francis” yang juga dapat disebut “Cod. Napoleon”.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothis, disamping itu juga dipergunakan hukum Bumi Putera Lama, Hukum Jernoia dan Hukum Cononiek. Code Napoleon ditetapkan sebagai sumber hukum di Belanda setelah bebas dari penjajahan Prancis.
Setelah beberapa tahun kemerdekaan, bangsa mikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum peerdata. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk Nasional-Nederland yang isinya berasal dari Code Civil des Francis dari Code de Commerce.
Dan kedua undang-undang ini berlaku di Indonesia dengan azas koncodantie (Azas Politik Hukum). Dan sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlinjk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek Van Koopandle).
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku) yang bernama code civil (hukum perdata) dan code de commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda. Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas konkordansi).
Kemudian Belanda menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] & usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat nasional, yang diberi nama :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam praktek kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.
2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] - Dalam perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.
Pembentukan hukum perdata [Belanda] ini selsai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan tanggal 1 Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian selatan Belanda [kerajaan Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksanan tanggal 1 Oktober 1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil dan Code De Commerse Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
II. Pengertian Hukum Perdata
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.Pengertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
III. Asal Usul Hukum Perdata Indonesia
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia, pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt. Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
IV. B.W./KUHPdt sebagai himpunan tak tertulis
B.W. di Hindia Belanda sebenarnya diperuntukkan bagi penduduk golongan Eropa & yang dipersamakan berdasarkan pasal 131 I.S jo 163 I.S. Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan bagi WNI keturunan Eropa & yang dipersamakan ini terus berlangsung. Keberlakuan demikian adalah formal berdasakan aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara Indonesia, berlakunya hukum perdata semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan WNI berdasarkan keturunannya [diskriminasi]. Disamping itu materi yang diatur dalam B.W. sebagian ada yang tidak sesuai lagi dengan Pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia serta tidak sesuai dengan aspirasi negara dan bangsa merdeka. Berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi sebagai negara dan bangsa yang merdeka, maka dalam rangka penyesuaian hukum kolonial menuju hukum Indonesia merdeka, pada tahun 1962 [Dr. Sahardjo, SH.-Menteri Kehakiman RI pada saat itu] mengeluarkan gagasan yang menganggap B.W ( KUHPdt ) Indonesia sebagai himpunan hukum tak tertulis. Maka B.W. selanjutnya dipedomani oleh semua Warga Negara Indonesia. Ketentuannya sesuai boleh diikuti dan yang tidak sesuai dapat ditinggalkan.
Berdasarkan gagasan Menteri Kehakiman Dr. Sahardjo, S.H. ini MA-RI tahun 1963 mengeluarkan Surat Edaran No. 3 tahun 1963 yang ditujukan kepada semua Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Isi Surat Edaran tersebut, yaitu MA-RI menganggap tidak berlaku lagi ketentuan di dalam KUHPdt. antara lain pasal berikut :
1. Pasal 108 & 110 BW tetang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum & untuk menghadap dimuka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya. Dengan demikian tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
2. Pasal 284 [3] KUHPdt. mengenai pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan oleh perempuan Indonesia asli. Dengan demikian pengakuan anak tidak lagi berakibat terputusnya hubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga tentang hal ini juga tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
3. Pasal 1682 KUHPdt. yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan akta notaris.
4. Pasal 1579 KUHPdt. yang menentukan bahwa dalam hal sewa menyewa barang, pemilik barang tidak dapat menghentikan penyewaan dengan mengatakan bahwa ia akan memakai sendiri barangnya, kecuali apabila pada watu membentuk persetujuan sewa menyewa ini dijanjikan diperbolehkan
5. Pasal 1238 KUHPdt. yang menimyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat diminta dimuka Hakim, apabila gugatan ini didahului oleh suatu penagihan tertulis. Mahkamah Agung pernah memutuskan antara dua orang Tionghoa, bahwa pengiriman turunan surat gugat kepada tergugat dapat dianggap sebagai penagihan oleh karena tergugat masih dapat menghindarkan terkabulannya gugatan dengan membayar hutangnya sebelum hari sidang pengadilan.
6. Pasal 1460 KUHPdt. tetang resiko seorang pembeli barang, yang menentukan bahwa suatu barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual. Sejak saat itu adalah atas tanggungan pembeli, meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan . Dengan tidak lagi berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dari setiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertangungjawaban atau resiko atas musnahnya barang yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan harus dibagi antara kedua belah pihak ; dan kalau YA sampai dimana pertanggung-jawaban dimaksud.
7. Pasal 1603 x ayat 1 dan 2 KUHPdt. yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa disatu pihak dan orang bukan Eropa dilain pihak mengenai perjanjian perburuhan
V. HUKUM PERDATA NASIONAL
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku dan diberlakukan di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia meliputi juga hukum perdata barat dan hukum perdata nasional. Hukum perdata barat adalah hukum bekas peninggalan kolonia Belanda yang berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, mis. BW/KUHPdt. Hukum perdata nasional adalah hukum perdata yang diciptakan Pemerintah Indonesia yang sah dan berdaulat. Kriteria bahwa hukum perdata dikatakan nasional, yaitu :
a. Berasal dari hukum perdata Indonesia.
Hukum perdata barat sebagian sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila. Hukum perdata barat yang sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila dapat dan bahkan telah diresepsi oleh bangsa Indonesia.Oleh karena itu ia dapat diambil alih dan dijadikan bahan hukum perdata nasional. Disamping Hukum perdata barat, juga hukum perdata tak tertulis yang sudah berkembang sedemikian rupa sehingga mempunyai nilai yang dapat diikuti dan dipedomani oleh seluruh rakyat Indonesia. Dapat diambil dan dijadikan bahan hukum perdata nasional. Untuk mengetahui hal ini tentunya dilakuan penelitian lebih dahulu terutama melalui Yurisprudensi. Dalam Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978 Jo. Ketetapan MPR No.II/MPR/1988 tentang GBHN, terutama pembangunan di bidang hukum antara lain dinyatakan bahwa pembinaan hukum nasional didasarkan pada hukum yang hidup didalam masyarakat . Hukum yang hidup dalam masyarakat dapat diartikan antara lain hukum perdata barat yang sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila, hukum perdata tertulis buatan Hakim atau yurisprudensi dan hukum adat.
b. Berdasarkan Sistem Nilai Budaya Pancasila.
Hukum perdata nasional harus didasarkan pada sistem nilai budaya Pancasila, maksudnya adalah konsepsi tentang nilai yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat. Apabila nilai yang dimaksud adalah nilai Pancasila maka sistem nilai budaya disebut sitem nilai budaya Pancasila. Sistem nilai budaya demkian kuat meresap dalam jiwa anggota masyarakat sehingga sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat. Sistem nilai budaya Pancasila berfungsi sebagai sumber dan pedoman tertinggi bagi peraturan hukum & perilaku anggota masyarakat bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat diuji benarkah peraturan hukum perdata barat. Hukum perdata tidak tertulis, buatan hakim/yurisprudensi & peraturan hukum adat yang akan diambil sebagai bahan hukum perdata nasional bersumber, berpedoman, apakah sudah sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila? Jika jawabnya YA benarkah peraturan hukum perdata yang diuraikan tadi dijadikan hukum perdata nasional.
c. Produk Hukum Pembentukan Undang – Undang Indonesia.
Hukum perdata nasional harus produk hukum pembuat Undang-Undang Indonesia. Menurut UUD 1945 pembuat Undang-Undang adalah Presiden bersama dengan DPR [pasal 5 ayat 1 UUD 1945]. Dalam GBHN-pun digariskan bahwa pembinaan & pembentukan hukum nasional diarahkan pada bentuk tertulis. Ini dapat diartikan bahwa pembentukan hukum perdata nasional perlu dituangkan dalam bentuk Undang-Undang bahkan diusahakan dalam bentuk kondifikasi. Jika dalam bentuk Undang-Undang maka hukum perdata nasional harus produk hukum pembentukan Undang-Undang Indonesia. Contoh Undang-Undang Perkawinan No.1/1974, Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960.
d. Berlaku Untuk Semua Warga Negara Indonesia.
Hukum perdata nasional harus berlaku untuk semua Warga Negara Indonesia, tanpa terkecuali dan tanpa memandang SARA. Warga Negara Indonesia adalah pendukung hak dan kewajiban yang secara keseluruhan membentuk satu bangsa merdeka yaituIndonesia. Keberlakuan hukum perdata nasional untuk semua WNI berarti menciptakan unifikasi hukum sesuai dengan GBHN. Dan melenyapkan sifat diskriminatif sisa politik hukum kolonia Belanda. Unifikasi hukum tertulis yang ada sekarang sudah dikenal, diikuti dan berlaku umum dalam masyarakat.
e. Berlaku Untuk Seluruh Wilayah Indonesia.
Hukum perdata nasional harus berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia adalah wilayah negara RI termasuk perwakilan Indonesia di luar negeri. Keberlakuan hukum perdata nasional untuk semua WNI di seluruh wilayah Indonesia merupakan unifikasi hukum perdata sebagai pencerminan sistem nilai budaya Pancasila terutama nilai dalam sila ke tiga “ Persatuan Indonesia” Hal ini sesuai dengan GBHN mengenai pembinaan hukum nasional.
VI. SUMBER-SUMBER HUKUM PERDATA
1. Arti Sumber Hukum. Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata adalah asal mula hukum perdata, atau tempat dimana hukum perdata ditemukan . Asal mula menunjukank kepada sejarah asal dan pembentukanya. Sedangan tempat menunjukan kepada rumusan dimuat dan dapat dibaca .
2. Sumber dalam arti formal. Sumber dalam arti sejarah asal nya hukum perdata adalah hukum perdata buatan pemerintah kolonia Belanda yang terhimpun dalam B.W ( KUHPdt ) . Berdasarkan aturan peralihan UUD 1945 B. W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan undang – undang baru berdasarkan UUD 1945. Sumber dalam arti pembentukannya adalah pembentukan undang – undang berdasarkan UUD 1945. UUD 1945 ditetapkan oleh rakyat Indonesia yang didalamnya termasuk juga aturan peralihan.Atas dasar aturan peralihan B.W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku. Ini berarti pembentukan UUD Indonesia ikut dinyatakan berlakunya B. W ( KUHPdt ). Sumber dalam arti asal mula disebut sumber hukum dalam arti formal.
3. Sumber dalam Arti Material. Sumber dalam arti “tempat” adalah Lembaran Negara atau dahulu dikenal dengan istilah Staatsblad, dimana dirumuskan ketentuan Undang-Undang hukum perdata dapat dibaca oleh umum. Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W/KUHPdt. Selain itu juga termasuk sumber dalam arti tempat dimana hukum perdata pembentukan Hakim . Misalnya yurisprudensi MA mengenai warisan, badan hukum, hak atas tanah. Sumber dalam arti tempat disebut sumber dalam arti material. Sumber Hukum perdata dalam arti material umumnya masih bekas peninggalan zaman kolonia, terutama yang terdapat di dalam Staatsblad. Sedang yang lain sebagian besar berupa yurisprudensi MA-RI & sebagian kecil saja dalam Lembaran Negara RI.
V. KODIFIKASI DAN SISTEMATIKA
1. Himpunan Undang-Undang & Kodifikasi.
Bidang hukum tertentu dapat dibuat & dihimpun dalam bentuk Undang-Undang biasa dan dapat pula dalam bentuk kodifikasi. Bidang hukum tertentu bidang misalkan, hukum perdata, pidana, dagang, acara perdata, acara pidana, tata negara. Apabila dibuat dan dihimpun dalam bentuk Undang-Undang biasa, maka Undang-Undang yang telah diundangkan dalam lembaran negara masih memerlukan peraturan pelaksanaan yang terpisah dalam bentuk tertentu, mis. PP, PerPres. Dengan demikian Undang-Undang yang dibuat belum dapat dilaksanakan tanpa dibuat peraturan pelaksananya. Undang-Undang & peraturan pelaksanaannya dapat dihimpun dalam satu bundle peraturan perundang-undangan. Himpunan ini disebut “himpunan peraturan-perundangan” mis. himpunan peraturan agraria, himpunan peraturan perkawinan, himpunan peraturan. Apabila Undang-Undang dibuat dalam bentuk kodifikasi, maka unsur-unsur yang perlu dipenuhi adalah :
 meliputi bidang hukum tertentu
 tersusun secara sistematis
 memuat materi yang lengkap
 penerapannya memberikan penyelesaian tuntas
Bidang hukum tertentu yang bisa dikodifikasikan & sudah pernah terbentuk misalnya bidang hukum perdata dagang, hukum pidana, hukum acara perdata dan acara pidana . Materi bidang hukum yang dikodifikasikan tersusun secara sistematis artinya disusun secara berurutan, tidak tumpang tindih dari bentuk dan pengertian umum kepada bentuk & pengertian khusus. Tidak ada pertentangan materi antara pasal sebelumnya dan pasal berikutnya. Memuat materi yang lengkap , artinya bidang hukum termuat semuanya. Memberikan penyelesaian tuntas , artinya tidak lagi memerlukan peratuaran pelaksana semua ketentuan langsung dapat diterapakan dan diikuti. Kodifikasi berasal dari kata COPE [Perancis] artinya kitab Undang-Undang. Kodifikasi artinya penghimpunan ketentuan bidang hukum tertentu dalam kitab Undang-Undang yang tersusun secara sistematis, lengkap dan tuntas. Contoh kodifikasi ialah Burgelijk Wetboek, Wetboek van Koophandel,Failissement Verordening, Wetboek van Strafecht.
2. Sistematika Kodifikasi.
Sistematika artinya susunan yang teratur secara sistematis. Sistematika kodifikasi artinya susunan yang diatur dari suatu kodifikasi. Sistematika meliputi bentuk dan isi kodifikasi. Sistematika kodifikasi hukum perdata meliputi bentuk dan isi. Sistematika bentuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi urutan bentuk bagian terbesar sampai pada bentuk bagian terkecil yaitu :
 kitab undang – undang tersusun atas buku – buku
 tiap buku tersusun atas bab – bab
 tiap bab tersusun atas bagian – bagian
 tiap bagian tersusun atas pasal – pasal
 tiap pasal tersusun atas ayat – ayat
Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi kelompok materi berdasarkan sitematika fungsi. Sistematika fungsional ada 2 macam yaitu menurut pembentuk Undang-Undang & menurut ilmu pengetahuan hukum. Sistematika isi menurut pembentukan B.W miliputi 4 kelompok materi sebagai berikut :
I. kelompok materi mengenai orang
II. kelompok materi mengenai benda
III. kelompok nateri mengenai perikatan
IV. kelompok materi mengenai pembuktian
Sedangkan sistematika menurut ilmu pengetahuan hukum ada 4 yaitu :
I. kelompok materi mengenai orang
II. kelompok materi mengenai keluarga
III. kelompok materi mengenai harta kekayaan
IV. kelompok materi mengenai pewarisan
Apabila sistematika bentuk dan isi digabung maka ditemukan bahwa KUHPdt. Terdiri dari :
I. Buku I mengenai Orang
II. Buku II mengenai Benda
III. Buku II mengenai Perikatan
IV. Buku IV mengenai Pembuktian
3. Sistematika KUHPdt.
Mengenai sistematika isi ada perbedaan antara sistematika KUHPdt. Berdasarkan pembentuk Undang-Undang dan sistematika KUHPdt. Berdasarkan ilmu pengetahuan hukum. Perbedaan terjadi, karena latar belakang penyusunannya. Penyusunan KUHPdt. didasarkan pada sistem individualisme sebagai pengaruh revolusi Perancis. Hak milik adalah hak sentral, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hak dan kebebasan setiap individu harus dijamin. Sedangkan sisitematika berdasarkan ilmu pengetahuan hukum didasarkan pada perkembangan siklus kehidupan manusia yang selalu melalui proses lahir-dewasa-kawin–cari harta/nafkah hidup–mati (terjadi pewarisan ). Dengan demikian perbedaan sistematika tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
I. Buku I KUHPdt. memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga (perkawinan) sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketetuan mengenai pribadi dan badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban.
II. Buku II KUHPdt. memuat ketentuan mengenai benda dan waris. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum mengenai keluarga (perkawinan dan segala akibatnya).
III. Buku III KUHPdt. memuat ketentuan mengenai perikatan. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai harta kekayaan yang meliputi benda dan perikatan.
IV. Buku IV KUHPdt. memuat ketentuan mengenai bukti dan daluwarsa. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai pewarisan, sedangkan bukti dan daluarsa termasuk materi hukum perdata formal (hukum acara perdata).
V. BERLAKUNYA HUKUM PERDATA
Berlaku artinya diterima untuk dilaksanakan. Berlakunya hukum perdata artinya diterimanya hukum perdata untuk dilaksanakan . Adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan undang – undang , perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan hakim. Realisasi keberlakuan adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh hukum. Kewajiban selalu diimbangi dengan hak.
1. Ketentuan Undang-Undang. Berlakunya hukum perdata karena ketentuan Undang-Undang artinya Undang-Undang menetapkan kewajiban agar hukum dilaksanakan. Undang-Undang mengikat semua orang atau setiap orang wajib mematuhi Undang-Undang, yang jika tidak patuhi akan disebut sebagai pelanggaran. Berlakunya hukum perdata ada bersifat memaksa dan bersifat sukarela. Bersifat memaksa artinya kewajiban hukum harus dilaksanakan baik dengan berbuat atau tidak berbuat. Pelaksanan kewajiban hukum dengan berbuat misalnya :
a. Dalam perkawinan, kewajiban untuk memenuhi syarat & prosedur kawin supaya memperoleh hak kehidupan suami isteri;
b. Dalam mendirikan yayasan kewajiabn memenuhi syarat akta Notaris, supaya memperoleh hak status hukum;
c. Dalam perbuatan melanggar hukum kewajiban membayar kerugian kepada yang dirugikan.
d. Dalam jual beli kewajiban pembeli membayar harga barang supaya memperoleh hak atas barang yang dibeli
Pelaksanaan kewajiban hukum untuk tidak berbuat misalnya :
a. Dalam perkawinan, kewajiban tidak mengawini lebih dari seorang wanita dalam waktu yang sama supaya memperoleh predikat monogami.
b. Dalam ikatan perkawinan, kewajiban tidak bersetubuh dengan wanita/pria yang bukan istri/suami sendiri, supaya memperoleh hak atas status suami atau isteri yang baik, jujur, tidak menyeleweng
c. Dalam karya cipta, kewajiban untuk tidak membajak hak cipta milik orang lain , sehingga berhak untuk bebas dari penututan.
Sukarela berarti terserah pada kehendak yang bersangkutan apakah bersedia melaksanakan kewajiban tersebut atau tidak [tidak ada paksaan], kewajiaban tersebut menyangkut kepentingan sendiri. Dalam pelaksanaan kewajiban sukarela saksi hukum tidak berperan. Adapun kewajiban hukum karena adanya hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut ditetapakan oleh undang – undang . Jadi Undang-Undang menciptakan hubungan hukum antara para pihak. Hubungan mengandung kewajiban dan hak yang bertimbal balik antara pihak pihak. Hubungan hukum dapat tercipta karena adanya peristiwa hukum karena :
a. kejadian misalnya kelahiran, kematian;
b. perbuatan misalnya jual beli, sewa menyewa
c. keadaan misalnya letak rumah, batas antara dua pihak
Dalam Undang-Undang ditentukan bila terjadi kelahiran, maka timbul hubungan hukum antara orang tua dan anak yaitu hubungan timbal balik adanya hak dan kewajiban
2. Perjanjian antar para pihak. Hukum perdata juga berlaku karena ditentukan oleh perjanjian. Artinya perjanjian yang dibuat oleh para pihak menetapkan diterimanya kewajiban hukum untuk dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian mengikat pihak yang membuatnya. Perjanjian harus sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikat baik (pasal 1338 KUHPdt). Perjanjian menciptakan hubungan hukum antara pihak–pihak yang membuatnya. Hubungan hukum mengandung kewajiban dan hak yang bertimbal balik antara para pihak. Hubungan hukum terjadi karena peristiwa hukum yang berupa perbuatan perjanjian misalnya, Jual beli, sewa menyewa, hutang piutang. Ada 2 macam perjanjian yaitu :
1. Perjajian harta kekayaan yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak yang bertimbal balik mengenai harta kekayaan. Ada 2 jenis :
 perjanjian yang bersifat obligator artinya baru dalam taraf melahirkan kewajiban dan hak;
 perjanjian yang bersifat zakelijk ( kebendaan ) artinya dalam taraf memindahkan hak sebagai realisasi perjajian obligator.
2. Perjanjian perkawinan yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak suami isteri secara bertimbal balik dalam hubungan perkawinan. Perjanjian terletak dalam bidang moral dan kesusilaan.
Supaya penerimaan kewajiban dan hak yang bertimbal balik lebih mantap maka pada perjanjian tertentu pembuatannya dilakukan secara tertulis di depan Notaris.
3. Keputusan Hakim. Hukum perdata berlaku karena ditetapkan oleh hakim melalui putusan. Hal ini dapat terjadi karena ada perbedaan dalam hukum perdata. Untuk menyelesaikannya dan menetapkan siapa sebenarnya berkewajiban dan berhak menuntut hukum perdata, maka hakim karena jabatanya memutuskan sengketa tersebut. Putusan hakim bersifat memaksa artinya jika ada pihak yang tidak mematuhinya, hakim dapat memerintahkan pihak yang bersangkutan supaya mematuhi dengan kesadaran sendiri. Jika masih tidak mematuhinya hakim dapat melaksanakan putusannya dengan paksa, bila perlu dengan bantuan alat negara.
VIII. Penutup.
Sebagai akibat berlakunya hukum perdata, yaitu adanya pelaksanaan pemenuhan [prestasi] dan realisasi kewajiban hukum perdata. Ada 3 kemungkinan hasilnya yaitu [1] tercapainya tujuan apabila kedua belah pihak memenuhi kewajiban dan hak timbal balik secara penuh [2] tidak tercapai tujuan, apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban [3] terjadi keadaan yang bukan tujuan yaitu kerugian akibat perbuatan melanggar hukum. Apabila kedua belah pihak tidak memenuhi kewajiban hukum yang telah ditetapkan dalam perjanjian tidak akan menimbulkan kewajiban. Sebab kewajiban hukum pada hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk dilaksanakan. Jadi belum dilaksanakan kedua belah pihak . Tetapi apabila salah satu pihak telah melaksanakan kewajiban hukum sedang pihak lainnya belum/tidak melaksanakan kewajiban hukum barulah ada masalah wanprestasi yang mengakibatkan tujuan tidak tercapai, sehingga menimbulkan sanksi hukum.

Read More...

MAKALAH HUKUM

Published in:

I. Pendahuluan
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Ketentuan mengenai hukum perdata ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau lebih dikenal dengan BW (Burgelijke Wetboek).
II. Pengertian
Perkawinan, ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Perkawinan adalah sebuah lembaga suci yang mempertemukan dua insan berbeda. Selayaknya sebuah lembaga, perkawinan rupanya mempunyai aturan-aturan.
Perkawinan Perdata, ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. UU memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan ( Pasal 26 BW)
Dengan demikian, bersifat YURIDIS karena sahnya perkawinan jika syarat – syarat menurut UU (KUHPer) dipenuhi.
Artinya, bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat – syarat yang ditetapkan dalam KUHPer dan syarat – syarat peraturan yang dikesampingkan.
Menurut UU NO.1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hukum perkawinan diciptakan untuk menjaga sebuah lembaga perkawinan. Perkawinan di Indonesia.
Pada undang-undang, disebutkan bahwa siapa pun yang ingin menikah harus melengkapi syarat-syarat hukum yang berlaku. Bila tidak, pernikahan akan dinyatakan tidak sah menurut hukum. Hukum perkawinan sangat berlandaskan pada agama. Boleh tidaknya seseorang menikah dengan orang yang berbeda agama, bergantung pada aturan yang berlaku di tiap-tiap agama.
A. Syarat-syarat Perkawinan:
Syarat-syarat untuk dapat sahnya perkawinan, ialah :
a. kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetap- kan dalam undang-undang, yaitu untuk seorang lelaki 18 tahun dan untuk seorang perempuan 15 tahun;
b. harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak
c. untuk seorang perempuan yang sudah pernah kawin harus lewat 300 hari dahulu sesudahnya putusan perkawinan pertama;
d. tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua pihak;
e. untuk pihak yang masih di bawah umur, harus ada izin dari orang tua atau walinya.
Undang-undang milik negara Indonesia yang mengatur perkawinan menjelaskan secara gamblang mengenai semua hal yang berkaitan dengan perkawinan. Undang-undang tersebut mengatur perkawinan secara luas, tidak hanya mengaturnya dari satu sudut pandang agama.
Pelanggaran terhadap Pasal 27 KUHPer, dapat dikenakan pidana sesuai dengan Pasal 279 KUHPidana, yang berisi bahwa seseorang dapat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun apabila ia mengadakan perkawinan padahal masih terikat pada perkawinan sebelumnya yang menjadi penghalang yang sah untuk perkawinan yang baru. Dan apabila menyembunyikan perkawinan baru tersebut maka dapat dikenakan pidana penjara selama 7 tahun. Ketentuan perkawinan yang tertera dalam undang-undang menyebutkan bahwa dalam sebuah pernikahan, pada dasarnya, suami atau isteri hanya boleh memiliki pasangan satu orang. Bila salah satu pihak menginginkan memiliki pasangan lebih dari satu, syarat yang harus dipenuhi untuk diajukan kepada pengadilan adalah sebagai berikut.
1. Adanya keterangan yang menyatakan bahwa istri atau suami tidak dapat menjalankan kewajibannya.
2. Suami atau istri cacat badan dan tidak dapat disembuhkan.
3. Khusus bagi wanita, tidak dapat mempunyai keturunan. Namun, itu pun harus dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter bersangkutan.
4. Harus ada surat persetujuan dari pihak yang ditinggalkan.
5. Harus ada surat keterangan dari pemohon mengenai kesanggupan untuk menjamin kebutuhan pasangan serta anak-anak keturunannya.
6. Harus ada surat yang menyatakan bahwa pemohon akan berlaku adil kepada yang ditinggalkan.
Bila semua persyaratan tidak dapat dipenuhi, pengadilan secara otomatis tidak dapat mengabulkan pengajuan pemohon. Ketentuan yang dituliskan dalam Undang-undang Perkawinan juga berkenaan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang akan melangsungkan pernikahan. Syarat-syarat tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Perkawinan baru bisa dilaksanakan apabila kedua belah pihak mempelai telah setuju.
2. Usia calon mempelai yang dirasa pantas melakukan perkawinan oleh undang-undang perkawinan adalah 21 tahun. Bila kedua mempelai belum memasuki usia tersebut, syarat perkawinan harus dilengkapi dengan surat izin dari kedua orang tua.
3. Jika wali kandung dari kedua belah calon mempelai telah meninggal, perwalian diberikan kepada pihak kerabat yang lebih tua dan masih satu keturunan dengan pihak mempelai.
4. Perkawinan akan mendapatkan izin dari lembaga perkawinan bila mempelai pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita 16 tahun.
Undang-undang perkawinan juga mempunyai aturan yang mengharamkan terjadinya perkawinan. Perkawinan akan tidak sah atau haram bila dilakukan oleh anggota keluarga yang masih memiliki pertalian darah, baik langsung maupun tidak langsung. Semua aturan mengenai perkawinan ditetapkan secara gamblang oleh hukum perkawinan di Indonesia.
B. Akibat perkawinan terhadap diri sendiri
Hak dan Kewajiban suami istri dalam KUHPer :
1. Pasal 103 KUHPer, harus setia – mensetiai dan tolong menolong
2. Pasal 105 KUHPer, suami adalah kepala rumah tangga, suami wajib memberi bantuan kepada istri/mewakili istri di pengadilan, suami harus mengemudikan urusan harta kekayaan milik pribadi istrinya, suami harus mengurus harta kekayaan sebagaimana seorang bapak rumah yang baik dan bertanggungjawab atas segala kealpan dalam pengurusan tersebut, suami tidak diperbolehkan memindahtangakan/membebani harta kekayaan tak bergerak milik istri tanpa persetujuan istri
3. Pasal 106 KUHPer, istri harus tunduk dan patuh pada suaminya
4. Pasal 107 KUHPer, suami wajib menerima diri istrinya dalam rumah yang didiami, suami wajib melindungi dan memberi apa yang perlu dan berpautan dengan kedudukan dan kemampuannya
5. Pasal 108 KUHPer, istri tidak berwenang untuk bertindak dalam hukum
6. Pasal 110 KUHPer, seorang istri tidak boleh menghadap di muka hakim tanpa bantuan suaminya
Hak dan Kewajiban suami istri dalam UU No.1 Tahun 1974 :
1. Pasal 30, suami istri wajib menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat
2. Pasal 31
-ayat 1, hak dan kedudukan suami istri seimbang
-ayat 2, masing – masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum
-ayat 3, suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga
3. Pasal 32, suami istri harus mempunyai tempat kediaman tetap yang
ditentukan suami istri bersama
1. Pasal 33, suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin
2. Pasal 34, suami wajib melindungi istri, memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai kemampuan, istri wajib mengatur urusan rumah tangg sebaiknya, jika salah satu gagal/melakukan kewajibannya maka dapat mengajukan gugatan pada pengadilan
C. Akibat perkawinan terhadap harta benda suami istri
Menurut KUHPer adalah harta campuran bulat dalam pasal 119 KUHPer harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan menjadi harta bersama meliputi seluruh harta perkawinan yaitu :
1. Harta yang sudah ada pada waktu perkawinan
2. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan
Namun, ada pengecualian bahwa harta tersebut bukan harta campuran bulat yaitu apabila terdapat :
1. Perjanjian kawin
2. Ada hibah/warisan, yang ditetapkan oleh pewaris Pasal 120 KUHPer
Menurut Pasal 35 UU No. 1 tahun 1974, yaitu :
1. Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan
2. Harta bawaan adalah harta yang dibawa masuk ke dalam suatu perkawinan. Penguasaannya tetap pada masing – masing suami istri yang membawanya ke dalam perkawinan, sepanjang pihak tidak menentukan lain.
D. Akibat perkawinan terhadap anak keturunan (Pasal 250 KUHPer)
Pasal 250 KUHPer, Tiap – tiap anak yang dilahrikan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya (tentang anak sah)
Anak sah menurut Pasal 42 UU No.1 tahun 1974, adalah :"Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah"
Penyangkalan anak dapat dilakukan menurut Pasal 251 – 254 KUHPer, jika :
1. Dilahirkan sebelum 180 hari sejak saat perkawinan
2. Jika masa 180 + 300 hari, belum pernah berhubungan tetapi istri melahirkan
3. Istri melakukan perzinahan
4. Anak dilahirkan setelah lewat 300 hari, keputusan hakim sejak perpisahan meja dan tempat tidur
Penyangakalan anak,
1. Dilakukan oleh suami sendiri, maka :
a. Satu bulan ia berada di tempat
b. Dua bulan sesudah ia kembali dari bepergian
c. Kehadiran disembunyikan dua bulan
2. Dilakukan oleh ahli waris suami, setelah 2 bulan suami meninggal
Pembuktian anak yang sah, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dua akte, yaitu :
1. Akte perkawinan, milik ibu
2. Akte kelahiran, dari ibu mana anak tersebut dilahirkan
Selain itu, dapat dilakukan pembuktian langsung/nyata yaitu :
1. Memakai nama keluarga Ayah
2. Masyarakat sekitar mengakui
3. Ayah memperlakukan baik keluarga lainnya
Anak diluar kawin/natuurlijk kind apabila diakui melalui akte pengakuan anak maka akan menimbulkan hubungan hukum dengan suami/istri yang mengakui. Apabila tidak diakui maka tidak ada hubungan hukum.
Kekuasaan orang tua / Ouderlijke Macht
Kekuasaan orangtua meliputi dua hal, yaitu :
1. Diri anak ; kebutuhan fisik anak
2. Harta anak ; pengurusan harta sang anak
Sifat kekuasaan orangtua menurut KUHPer adalah kekuasaan kolektif yang dipegang oleh Ayah
Sifat kekuasaan orangtua menurut UU No. 1 tahun 1974 adalah kekuasaan tunggal yang ada pada masing – masing pihak ayah dan ibu
Pencabutan kekuasaan orangtua dapat dilakukan (Pasal 49 UU No.1 1974), apabila :
1. melalaikan kewajiban sebagi orangtua
2. berkelakukan buruk
3. Dihukum karena suatu kejahatan
E Akibat perkawinan yang lain
Mengenai hubungan darah adalah sebagai berikut :
1. Anak terhadap orangtua. Anak yang sah mempunyai hubungan darah yang sah baik dengan ayah maupun ibunya
2. Anak terhadap ibunya (Pasal 280 KUHPer dan UU No. 1 tahun 1974). Menurut KUHPer, anak diluar kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ibu apabila sang ibu mengakuinya.
Menurut UU No. 1/1974, setiap anak secara otomatis mempunyai hubungan darah dengan ibunya
1. Anak terhadap ayahnya, menurut KUHPer seorang anak luar kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ayahnya kalau sang ayah mengakuinya secara sah
KONSEPSI PERKAWINAN
Konsepsi, diartikan sebagai sistem hukum yang dipakai / sistem hukum tertentu. Sistem hukum tsb berbeda, hal tsb tergantung dari :
1. pandangan hidup
2. karakter
3. cara berpikir penganut sistem (negara/bangsa)
Perbedaan sistem hukum konsepsi perkawinan dalam sistem KUHPer/BW dan UU No. 1 tahun 1974 adalah :
1 Konsepsi perkawinan menurut KUHPer, hanya dipandang dari segi keperdataannya saja. Artinya, UU melihat perkawinan itu sah dan syarat – syaratnya menurut UU dipenuhi. Yang dilihat hanya faktor yuridis sesuai dengan Pasal 26 KUHPer.
2. Konsepsi perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974, dapat dlihat dalam pasa 1 UU no.1/1974. Yang berisi :
Perkawinan adalah :
- ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dengan seorang wanita
- sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
- berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
III. Penutup
Sebagai penutup pemaparan makalah tentang hukum perkawinan ini kami berharap banyak manfaat yang dapat kita ambil dan juga saran serta masukan dari semua pihak selalu kami nantikan demi tercapainya suatu hal yang baik serta tidak melanggar hukum.











Kepustakaan :
• Pokok-Pokok Hukum Perdata (Prof. Subekti, SH)
• Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Perdata Barat( Dr.Wienarsih Imam Subekti, SH,MH, Sri Soesilowati Mahdi, SH)


























Hak dan kewajiban suami-isteri
Suami-isteri harus setia satu sama lain, bantu-membantu, berdiam bersama-sama, saling memberikan nafkah dan bersama- sama mendidik anak-anak.
Perkawinan oleh undang-undang dipandang sebagai suatu "perkumpulan"(echtvere niging). Suami ditetapkan menjadi kepala atau pengurusnya. Suami mengurus kekayaan mereka bersama di samping berhak juga mengurus kekayaan si isteri, menentukan tempat kediaman bersama, melakukan kekuasaan orang tua dan selanjutnya memberikan bantuan(bijstand) kepada si isteri dalam hal melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Yang belakangan ini,
berhubungan dengan ketentuan dalam Hukum Perdata Eropah, bahwa seorang perempuan yang telah kawin tidak cakap untuk bertindak sendiri di dalam hukum. Kekuasaan seorang suami di dalam perkawinan itu dinamakan "maritale macht" (dari bahasa Perancism ari = suami).
Pengurusan kekayaan si isteri itu, oleh suami harus dilakukan sebaik-baiknya ("afe een goed huisvader") dan si isteri dapat minta pertanggunganjawab tentang pengurusan itu. Kekayaan suami untuk ini menjadi jaminan, apabila ia sampai dihukum mengganti kekurangan-kekurangan atau kemerosotan kekayaan si isteri yang terjadi karena kesalahannya. Pembatasan yang terang dari kekuasaan suami dalam hal mengurus kekayaan isterinya, tidak terdapat dalam undang-undang, melainkan ada suatu pasal yang menyatakan, bahwa suami tak diperbolehkan menjual atau menggadaikan benda-benda yang tak bergerak kepunyaan si isteri tanpa izin dari si isteri (pasal 105 ayat 5 B.W.). Meskipun begitu, sekarang ini menurut pendapat kebanyakan ahli hukum menjual atau menggadaikan barang-barang yang bergerak dengan tidak seizin si isteri juga tak diperkenankan apabila melampaui batas pengertian "mengurus" ("beheren").
Jikalau suami memberikan bantuan(bijstand), suami-isteriItu bertindak bersama-sama : si isteri untuk dirinya sendiri dan si suami untuk membantu isterinya. Jadi mereka itu bersama-sama, misalnya pergi ke notaris atau menghadap Hakim. Menurut pasal 108 bantuan itu dapat diganti dengan suatu persetujuan tertulis. Dalam hal yang demikian, si isteri dapat bertindak sendiri dengan membawa surat kuasa dari suami. Perlu diterangkan, bahwa perkataan aete dalam pasal 108 tersebut, tidaklah berarti surat atau. tulisan, melainkan
berarti "perbuatan hukum". Perkataan tersebut berasal dari bahasa Perancis, "aete" yang berarti perbuatan.
Ketidakcakapan seorang isteri itu, di dalam hukum perjanjian dinyatakan secara tegas (pasal 1330); seorang perempuan yang telah kawin dipersamakan dengan seorang yang berada di bawah curatele atau seorang yang belum dewasa. Mereka ini semuanya dinyatakan "tidak cakap" untuk membuat suatu perjanjian. Tetapi
perbedaannya masih ada juga, yaitu seorang isteri bertindak sendiri (meskipun didampingi oleh suami atau dikuasakan), sedangkan orang yang belum dewasa atau seorang curandus tidak pernah tampil ke muka dan selalu harus diwakili oleh orang tua, wali atau kurator.
Teranglah, bahwa sang suami selalu berhak untuk mempermaklumkan kepada orang-orang pihak ketiga, bahwa ia tidak mengizinkan isterinya untuk bertindak sendiri meskipun mengenai hal-hal dalam lapangan rumah-tangga itu.
Bantuan suami juga tidak diperlukan, apabila si isteri dituntut di depan hakim dalam perkara pidana, begitu pula apabila si isteri mengajukan gugatan terhadap suaminya untuk mendapatkan perceraian atau pemisahan kekayaan, atau ia sendiri digugat oleh suaminya untuk mendapat perceraian.
Akibat-akibat lain dari perkawinan :
1)anak-anak yang lahir dari perkawinan, adalah anak sah
(wettig);
2)suami menjadi waris dari si isteri dan begitu sebaliknya,
apabila salah satu meninggal di dalam perkawinan;
3)oleh undang-undang dilarang jual beli antara suami dan
isteri;
4)perjanjian perburuhan antara suami dan isteri tak di-
bolehkan;
5)pemberian benda-benda atas nama tak diperbolehkan
antara suami-isteri;
6)suami tak diperbolehkan menjadi saksi di dalam suatu
perkara isterinya dan sebaliknya;
7)suami tak dapat dituntut tentang beberapa kejahatan terhadap isterinya dan begitu sebaliknya (misalnya pencurian).
3. Percampuran kekayaan, sejak mulai perkawinan terjadi, suatu percampuran antara kekayaan suami dan kekayaan isteri (algehele gemeenschap van goederen), jikalau tidak diadakan perjanjian apa-apa, keadaan yang demikian itu berlangsung seterusnya dan tak dapat diubah lagi selama perkawinan. *) Jikalau orang ingin menyimpang dari peraturan umum itu, ia harus meletakkan keinginannya itu dalam suatu "perjanjian perkawinan"(huw elijksvoorw aarden). Perjanjian yang demikian ini, harus diadakan sebelumnya pernikahan ditutup dan harus diletakkan dalam suatu akte notaris. Juga keadaan sebagaimana diletakkan dalam perjanjian itu, tak dapat diubah selama perkawinan. Kekayaan bersama itu oleh undang-undang dinamakan "gemeenschap."
"Si isteri di dalam perkawinan, ia juga diberikan hak untuk, ipabila perkawinan dipecahkan, melepaskan haknya atas kekayaan bersama ("afstand doen van de gemeenschap"). Tindakan ini bermaksud untuk menghindarkan diri dari penagihan hutang-hutang gemeenschap, yaitu hutang bersama, baik hutang itu telah diperbuat oleh suami maupun oleh si isteri sendiri. Menghindarkan
diri dari penagihan hutang pribadi tentu saja tak mungkin.
Pasal 140 ayat 3, mengizinkan untuk memperjanjikan di dalam perjanjian perkawinan, bahwa suami tak diperbolehkan menjual atau menggadaikan benda-benda atas nama yang jatuh dalam gemeenschap dari pihak si isteri dengan tiada izin si isteri.
Si isteri dapat diberi kekuasaan oleh hakim untuk menjual atau enggadaikan benda-benda gemeenschap dalam hal suaminya sedang bepergian atau tidak mampu memberikan izinnya, misalnya karena sakit keras atau gila. Jadi tidak apabila si suamiItu tidak mau memberikan izinnya, dalam hal ini isteri tak dapat berbuat apa- apa. Dan kepada hakim itu harus dibuktikan tentang adanya
keperluan yang mendadak untuk menjual benda itu. Tanggung jawab terhadap hutang-hutang. Jikalau suami ataupun isteri, tidak mempunyai benda-benda
pribadi (prive-goederen), soal tanggung jawab ini mudah saja, akan tetapi itu menjadi agak sulit bila salah seorang di antaranya di samping benda gemeenschap mempunyai pula benda prive. Orang dikatakan bertanggung jawab, jika ia dapat dituntut di depan hakim, sedangkan bendanya dapat disita.
Untuk menetapkan tanggung jawab mengenai sesuatu hutang, haruslah ditetapkan lebih dahulu, apakah hutang itu bersifat prive ataukah suatu hutang untuk keperluan bersama(gem eenscha psschuld).
Untuk suatu hutang prive harus dituntut suami atau isteri yang membuat hutang tersebut, sedangkan yang harus disita pertama-tama adalah benda prive. Apabila tidak terdapat benda prive atau ada, tetapi tidak mencukupi, maka dapatlah benda bersama disita pula. Akan tetapi, jika suami yang membuat hutang, benda prive si isteri tak dapat disita, dan begitu pula sebaliknya.
Bagaimana halnya dengan hutang gemeenschap?
Gemeenschap itu berakhir dengan berakhirnya perkawinan, yaitu :
a)dengan matinya salah satu pihak,
b)dengan perceraian,
c)dengan perkawinan baru sang isteri, setelah ia mendapat izin hakim, yaitu apabila suami bepergian sampai sepuluh tahun lamanya tanpa diketahui alamatnya.
d)diadakan "pemisahan kekayaan" dan perpisahan meja dan tempat tidur.
Apabila salah satu pihak meninggal dan masih ada anak-anak di bawah umur, suami atau isteri yang ditinggalkan diwajibkan dalam waktu tiga bulan membuat suatu pencatatan tentang kekayaan mereka bersama. Pencatatan ini dapat dilakukan secara authentiek maupun di bawah tangan dan harus diserahkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat.
Bagaimana halnya dengan pertanggungan jawab terhadap hutang-hutang gemeenschap, setelahnya gemeenschap dihapuskan? Ini dapat disimpulkan dalam peraturan-peraturan berikut :
1)Masing-masing tetap bertanggung jawab tentang hutang- hutang yang telah dibuatnya.
2)Di samping itu si suami masih dapat dituntut pula tentang hutang-hutang yang telah dibuat oleh si isteri.
3)Si isteri dapat dituntut untuk separoh tentang hutang- hutang yang telah dibuat oleh si suami.
4)Sehabis diadakan pembagian, tak dapat lagi dituntut tentang hutang yang dibuat oleh yang lain sebelumnya perkawinan.
4. Perjanjian perkawinan
Jika seorang yang hendak kawin mempunyai benda-benda yang berharga atau mengharapkan akan memperoleh kekayaan, misalnya suatu warisan, maka adakalanya diadakan perjanjian perkawinan (huwelijksvoorwaarden).
Bagi seorang yang kawin ada empat macam kemungkinan untuk memperoleh kekayaan dari perkawinannya, yaitu :
a)karena kekayaannya sendiri yang tidak begitu besar tercampur dengan kekayaan suami atau isteri yang lebih besar sebagai akibat kawin dengan percampuran
kekayaan. Cara perolehan ini dinamakan"boedel menging";
b)karena ia menerima pemberian-pemberian suami atau isteri dalam perjanjian perkawinan;
c) karena ia mendapat warisan menurut undang-undang dari kekayaan suami atau isterinya;
d)karena ia menerima pemberian dalam suatu wasiat (testament) dari suami atau isterinya.
5. Perceraian
Perkawinan hapus, jikalau satu pihak meninggal. Selanjutnya ia hapus juga, jikalau satu pihak kawin lagi setelah mendapat izin
hakim, bilamana pihak yang lainnya meninggalkan tempat tinggalnya hingga sepuluh tahun lamanya dengan tiada ketentuan nasibnya. Akhirnya perkawinan dapat dihapuskan dengan perceraian.
Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.
Undang-undang tidak membolehkan perceraian dengan permufakatan saja antara suami dan isteri, tetapi harus ada alas an yang sah. Alasan-alasan ini ada empat macam :
a)zina (overspel);
b)ditinggalkan dengan sengaja (kwaadwillige verlating);
c)penghukuman yang melebihi 5 tahun karena dipersalahkan melakukan suatu kejahatan dan
d)penganiayaan berat atau membahayakan jiwa (pasal 209 B.W.).
Undang-undang Perkawinan menambahkan dua alasan, untuk salah satu pihak mendapat cacat badan/penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri, antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan/pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga (pasal 19 PP 9/1975).
Tuntutan untuk mendapat perceraian diajukan kepada hakim secara gugat biasa dalam perkara perdata, tetapi harus didahului dengan meminta izin pada Ketua Pengadilan Negeri untuk menggugat. Sebelum izin ini diberikan, hakim harus lebih dahulu mengadakan percobaan untuk mendamaikan kedua belah pihak
(verzoeningscomparitie).
Larangan untuk bercerai atas permufakatan, sekarang ini sudah lazim diselundupi dengan cara mendakwa si suami telah berbuat zina. Pendakwaan itu lalu diakui oleh si suami. Dengan begitu alasan sah untuk memecahkan perkawinan telah dapat "dibuktikan" di muka hakim.
Kepada si isteri, jika ia tidak mempunyai penghasilan cukup dan kepada anak-anak yang diserahkan pada si isteri itu oleh hakim dapat ditetapkan tunjangan nafkah yang harus dibayar oleh suami tiap waktu tertentu. Permintaan untuk diberikan tunjangan nafkah ini oleh si isteri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatannya untuk mendapatkan perceraian atau tersendiri. Penetapan jumlah tunjangan oleh hakim diambil dengan mempertimbangkan kekuatan
dan keadaan si suami. Apabila keadaan ini tidak memuaskan dapat mengajukan permohonannya supaya penetapan itu oleh hakim ditinjau kembali. Adakalanya juga, jumlah tunjangan itu ditetapkan sendiri oleh kedua belah pihak atas dasar permufakatan. Juga diperbolehkan untuk merubah dengan perjanjian ketentuan-ketentuan mengenai tunjangan tersebut yang sudah ditetapkan dalam keputusan hakim. Jikalau seorang janda kawin lagi, ia kehilangan haknya untuk menuntut tunjangan dari bekas suaminya.
Perceraian mempunyai akibat pula, bahwa kekuasaan orang
tua (ouderlijke macht) berakhir dan berubah menjadi "perwalian"
(voogdij).
6. Pemisahan kekayaan
Pemisahan kekayaan itu dapat diminta oleh si isteri :
a)apabila si suami dengan kelakuan yang nyata-nyata tidak baik, mengorbankan kekayaan bersama dan membahayakan keselamatan keluarga;
b)apabila si suami melakukan pengurusan yang buruk terhadap kekayaan si isteri, hingga ada kekhawatiran kekayaan ini akan menjadi habis;
c)apabila si suami mengobralkan kekayaan sendiri, hingga si isteri akan kehilangan tanggungan yang oleh Undang-undang diberikan padanya atas kekayaan tersebut karena pengurusan yang dilakukan oleh si suami terhadap
kekayaan isterinya.
Gugatan untuk mendapatkan pemisahan kekayaan, harus diumumkan dahulu sebelum diperiksa dan diputuskan oleh hakim, sedangkan putusan hakim ini pun harus diumumkan. Ini untuk menjaga kepentingan-kepentingan pihak ketiga, terutama orang-prang yang mempunyai piutang terhadap si suami. Mereka itu dapat mengajukan perlawanan terhadap diadakannya pemisahan kekayaan.
Selain membawa pemisahan kekayaan, putusan hakim berakibat pula, si isteri memperoleh kembali haknya untuk mengurus kekayaannya sendiri dan berhak mempergunakan segala penghasilannya sendiri sesukanya. Akan tetapi, karena perkawinan belum diputuskan, ia masih tetap tidak cakap menurut undang-
undang untuk bertindak sendiri dalam hukum.
Pemisahan kekayaan dapat diakhiri atas persetujuan kedua belah pihak dengan meletakkan persetujuan itu dalam suatu akte notaris, yang harus diumumkan sama seperti yang ditentukan untuk pengumuman putusan hakim dalam mengadakan pemisahan itu

Read More...
Diberdayakan oleh Blogger.

About Me